Jumat, 19 Agustus 2011

Just be your self!


Pas denger tantangan dari Selma, Fakhrul dan Dhika buat sehari jadi siswa “anteng” aku masih ragu bisa ngelakuinnya atau kagak. Tapi karena aku mau buktiin bahwa aku bisa, jadi aku terima tantangan itu. Mereka udah nggak yakin kalo aku bisa berhasil melewatinya. Jadi orang anteng, diem pas pelajaran, nggak ngobrol banyak, pokoknya bukan aku banget.Tapi aku masih bisa ngeyakinin bahwa aku bisa. “Liat aja besok!” ucapku songong. Dan kejamnya perjanjian dibuat dengan satu pihak, soalnya taruhan merupakan persetujuan mereka, aku protes nggak digubris. Jahaaaatt !

Sabtu, 14 Mei 2011 pagi. Dari kost’an aku uda berusaha mengingat dan terus mengingatkan diriku bahwa hari ini aku harus bisa menjadi orang lain, bukan menjadi aku. Jadi orang yang pendiam, halus, dan bukan sesosok yang heboh dan rame. Pokoknya sangat berkebalikan dengan diriku yang sebenarnya. Sebelum bel berbunyi, ketiga orang tersangka, Selma, Fakhrul dan juga Dhika uda ketawa-ketiwi di belakang. Senyum nggak bersahabat dan menjengkelkan. Sengaja hari itu aku memilih tempat duduk baris ke dua dari depan dan sebangku sama si Codot. Diapun sudah ku beri mandat untuk tetap diam dan tak banyak tingkah selama pelajaran berlangsung.

Mungkin emang hari ini aku ditakdirin buat nggak “lucky”. Baru pelajaran pertama berlangsung, Pak Adien, guru Bahasa Perancis udah jadiin aku sasaran dia. Mana aku nggak mudeng lagi dia ngomong apa. Alhasil cuma bisa kasih senyum yang aku yakin nggak enak banget buat diliat. Senyum nggak ikhas, senyum yang menandakan bahwa sebenarnya aku nggak tau harus jawab apa. Dan perlu diketahui di jam pertama ini aku ngomong dengan suara yang lembut, halus sampai-sampai si Agung selalu ketawa tiap kali aku ngomong. Mungkin dia ngerasa aneh dengan tingkah lakuku itu. Hatinya ngomong “ni anak salah makan obat apa ya?”. Eh, nggak tau juga dink… sok bisa baca pikiran orang nii aku.. hhaa..

Di jam berikutnya aku dapet kartu kuning gara-gara ketauan ngobrol sama si Codot dan juga Agung. Emang kurang ajar tuch ketiga tersangka, aku gerak dikit aja lirikannya manteeb. Lirikan seseorang yang sinis dan ngerasa menang. Well, aku masih bisa sabar. Setelah jam istirahat  selesai, kita masuk di jam Bahasa Inggris. Dasar aku juga lagi apes, aku kebagian duduk sederet sama Agung, Dhika dan juga Fakhrul di Lab. Bahasa. Tamat deh riwayat gue. Duduk bareng Agung yang notabene nggak berhenti ngejekin aku, rame, dan bikin aku tergoda selain itu ada Dhika dan Fakhrul yang siap ngangkat kartu kuning mereka setiap kali mergokin aku bertingkah. Dan akhirnya hingga jam sekolah usai aku berhasil mengumpulkan 6 kartu kuning. Wah.. kalo di sepak bola, uda didepak daritadi nih!

Karena ngerasa menang, ketiga tersangka ketawa-ketiwi dan nagih taruhan mereka. Dan karena waktu berlaku udah habis, kelakuanku kembali ke asal. Mencak-mencak, nggak terima karena penilaian mereka kurang valid. Padune golek aman ben rasah bayar tagihan. Hhaaaa.. ya gitu deh  pokoknya. Dan parahnya terror mereka nggak bakal selesai sampai ku bayar tagihannya. Uuhhh…

Tapi sebenarnya mau bilang terima kasih juga sih sama Anselma Ivanawati, Fakhrul Arifin Febriyanto and Adhika Wisaksono. Karena hal ini ngasih aku pelajaran bahwa, jadi orang lain itu bukan perkara yang mudah. Nyaman adalah di saat kita bisa jadi diri kita sendiri. Walaupun orang mau bilang aku nggak bisa diem, frontal, rame dan segala macem, tapi aku nyaman jadi diri aku sendiri. Selama aku nggak bahayain nyawa orang lain, kenapa aku harus merubah diriku? Udah aku buktiin bahwa jadi orang lain itu sebuah tekanan batin yang luar biasa. Pokoknya nggak enak deh. So, I wanna advice you to be you yourselves every time and everywhere.

Curhatan Savira Dessy  [Capie]

0 komentar:

Posting Komentar